Wednesday, April 05, 2006

Huruf 'I' dan 'O'

Pernah memperhatikan nama-nama orang Indonesia? Nama Indonesia asli lho, bukan nama-nama impor itu seperti Kayla, Raihan (nama ini paling banyak dipakai kalo dipikir2...), Salsa, Ayesha, dll. Yang saya maksud dengan nama Indonesia asli itu seperti Sri, Siti, Tono, Joko, dan nama-nama Indonesia lain. Mungkin saya menyorot secara spesifik nama Jawa dan Sansekerta. Dan perlu saya tekankan sebelumnya bahwa tulisan ini adalah ide yang muncul begitu saja, berdasarkan apa yang saya tahu dari bacaan2 dan gabungan pengalaman.

Hampir bisa dipastikan bahwa sebagian besar nama-nama Jawa (atau Indonesia) itu diakhiri dengan huruf I untuk nama perempuan dan huruf O untuk nama laki-laki. Kenapa bisa begitu ? Apa karena kesan yang ditimbulkan oleh suara yang dikeluarkan huruf2 tersebut? Coba pikir deh, kalau nama perempuan yang diakhiri dengan huruf I, kesan yang didapat itu adalah feminin dan lembut, dan kalau nama laki2 yang diakhiri dengan huruf O maka bayangan kita adalah sisi maskulin laki2. Kesan yang timbul akhirnya mengacu ke masalah Gender (biasa kan, hampir semua hal di sekitar kita berkaitan dengan masalah gender)

Ngomong-ngomong tentang gender (maaf kalau mau melantur sedikit, ini memang disengaja), apakah sebenarnya konsep itu sebagai sesuatu yang instingtual dan genetis atau konsep yang memang diajarkan (secara tidak sadar). Entah dari kapan mucul konsep tentang perempuan dan laki2 seperti itu. Kalau di luar negeri (eropa) konsep gender itu kan disebarluaskan oleh gereja (menurut salah satu buku gender yang saya baca, maaf lupa judulnya, dan juga menurut novel Da Vinci Code karangan Dan Brown ;p). Sedangkan geraja kan muncul setelah peradaban ada. Apakah sebelum muncul gereja tidak ada konsep gender? Hmmm, sepertinya perlu meneliti lebih jauh.

Okelah, bahasan di atas untuk saat ini kita jadikan wacana saja dulu. Kembali ke masalah huruf O dan I dalam sebuah nama Indonesia (sebenarnya saya ingin menuliskan huruf I terlebih dahulu, huruf O belakangan, tapi mungkin ini memancing isu2 gender lagi, ;p), saya jadi sedikit bertanya kenapa harus seperti itu ya? Apakah kalau seorang lelaki yang memiliki nama berakhiran I akan dianggap lebih feminin? Dan begitu pula sebaliknya? Sesungguhnya hal ini pun sempat terjadi pada anak laki2 saya. Nama lengkapnya Barmastya Bhumi dan saya lebih suka dia dipanggil Bhumi. Ada beberapa pertanyaan (kalau saya tidak mau menyebutnya sebagai protes) kok anak laki dipanggilnya Bhumi, kayak perempuan katanya. Kenapa tidak dipanggil Tio atau Barma saja? Namanya keras kepala ya tetap saja saya panggil anak saya Bhumi. Dan toh, sampai sekarang Bhumi ternyata punya sifat maskulin dan juga sifat feminin yang memang saya harapkan ada padanya. Pengaruh nama atau pengaruh pola asuh? Mungkin dua-duanya.

Mungkinkah ini ada masalah tentang kebutuhan dasar dan instingtual dalam diri manusia? Baru-baru ini saya menciptakan teori sendiri tentang masalah kebutuhan instingtual ini, yaitu teori kebutuhan (hmm, kapan saya melakukan penelitian empiris sampai berani menyebutnya sebagai teori? Percaya diri sekali!). Kalau didengar dari lafalnya, nama yang punya akhiran O dan I memang mengesankan maskulinitas dan femininitas dalam diri laki2 dan perempuan. Tapi kalau kita lihat dari bentuk tulisan huruf itu sendiri, saya jadi berpikir ulang lagi karena kesan yang didapat menjadi bertolak belakang. Huruf O mempunyai bentuk yang lembut dan lentur sedangkan huruf I bentuknya kaku dan ajeg. Dan kesan yang saya dapatkan adalah huruf O itu feminin dan huruf I itu maskulin. Bahkan sebenarnya huruf2 tersebut melambangkan organ reproduksi manusia, huruf O untuk vagina dan rahim, huruf I untuk penis.

Seseorang pernah bercerita pada saya bahwa banyak bentuk2 hasil karya manusia yang melambangkan organ reproduksi manusia. Ingat batu menhir? Itu adalah lambang penis, reproduksi laki2. Cawan atau wadah itu simbol dari rahim perempuan. Buku terlaris Da Vinci Code, juga mencoba menuturkan, secara fiksi, pada pembacanya bahwa secara tidak sadar kita sangat akrab dengan benda2 yang melambangkan reproduksi manusia. Kita tidak sadar karena ketiadaan ilmu dan sensivitas kita. Jadi menurut saya, berdasarkan teori kebutuhan tadi, nama-nama tersebut sebenarnya mencerminkan kebutuhan dasar yang ada pada manusia laki2 dan manusia perempuan. Perempuan membutuhkan laki2 dalam hidupnya dan laki2 membutuhkan perempuan. Kebutuhan ini tertuang salah satunya dalam bentuk nama yang diberikan pada anak laki2 dan perempuan. Saya menganggap ini sebagai kebutuhan yang instingtual karena manusia mencari pasangan yang bisa membantunya untuk meneruskan kehidupan. Dengan kata lain, manusia membutuhkan pasangan untuk bisa melakukan hubungan seksual secara benar. Dan kehidupan tak akan pernah terjadi dengan sempurna tanpa ada penyatuan perempuan dan laki2; seperti tidak ada materi yang tampak tanpa ada wadah dan isinya.

P.S. Ini tulisan sebenarnya masih ngaco, tapi saya bingung nulis apa lagi....

0 Comments:

Post a Comment

<< Home