Sunday, June 25, 2006

Dan Brown

Sampai saat ini saya adalah penggemar novel2 karya Dan Brown. Pertama kali mencoba mencicipi Dan Brown adalah pengalaman pertama membaca Da Vinci Code. Ritme cerita yang cepat, sarat informasi tapi tidak menggurui dan setting2 lokasi yang eksotis membuat saya ketagihan. Novel berikut yang saya baca adalah Angel & Demon juga sama menegangkan dan sama menariknya. Dari dua karya ini saya sempat sedikit berkesimpulan bahwa DB menkhususkan dirinya pada tema-tema konspirasi agama. Tema yang menarik untuk digali, menurut saya.

Baru-baru ini saya membeli novel DB yang lain yaitu Digital Fortress. Boleh dibilang saya agak kecewa dengan novelnya yang ini. Oke, mungkin karena tema yang dipilih di novel ini menurut saya kurang seksi, tema teknologi informasi dan konspirasi AS untuk mengendalikan seluruh informasi yang ada di dunia ini. Duh, agak ketinggalan jaman menurut saya. Siapa juga tahu, atau tahu-tahu tidak tahu, tentang masalah paranoid-nya AS di bidang ini. Saya pikir juga, saat ini tema2 yang sedang digandrungi orang adalah tema-tema terorisme, isu2 agama dan juga tema yang selalu ditunggu orang, teori konspirasi. Makanya kalau teori konspirasi ini digabungkan dengan isu2 agama atau rasialisme atau ekonomi, semua orang akan tertarik untuk membaca.

Selain masalah tema, novel DB yang ini, tutur berceritanya berbeda dengan dua novel sebelumnya yang sudah saya baca. Penyampain informasi yang membang menjadi ciri novel DB sangat kasar dan tidak natural. Mirip seperti sinetron2 Indonesia, penyampaian informasinya terlalu verbal sehingga tidak memberi ruang buat saya untuk berimajinasi. Saya pribadi lebih suka menyimpulkan sendiri dari uraian tentang karakterisktik atau dari dialog2 yang ada bahwa tokoh yang sedang dibicarakan adalah perempuan yang cantik dan cerdas. Saya tidak suka didikte oleh uraian verbal yang secara otoriter memaksa saya dengan kalimat, misalnya, Susan Fletcher adalah kriptografer cantik dengan IQ 170. Ayolah, itu kalimat informasi yang membuat saya seperti anak kecil yang tidak tahu apa2. Dan di novel Digital Fortress ini banyak uraian yang bentuknya seperti ini.

Alur ceritanya juga lambat, tidak sesuai dengan genre thriller gaya cepat yang selama ini menjadi ciri khasnya DB. Terasa sekali bahwa DB agak terjebak antara adanya tuntutan padatnya informasi yang harus disampaikan dan tuntutan untuk membuat novel ini menjadi suspense. Berbeda sekali dengan novel sebelumnya, dimana dia dengan sangat rapi dan cerdik dan luwes menyelipkan informasi2 pendukung disela2 cepatnya irama suspense. Saya akhirnya bertanya2 kenapa DB mengalami penurunan kualitas seperti ini? Apa dia mulai terjebak dengan tuntutan industri yang menginginkan dia mencetak lagi novel2 best seller?

Ternyata, Digital Fortress ini adalah novel pertama DB yang dia tulis setelah terinspirasi untuk membuat karya yang lebih baik dari karya Sidney Sheldon yaitu Doomsday Conspiracy. Motivasi awal yang baik. Kemungkinan tema di cerita ini diambil karena DB cukup dekat dengan dunia matematika, prinsip2 alogaritma dan juga latar belakangnya sebagai guru bahasa. Sebelum memutuskan untuk total menekuni dunia tulis menulis, DB adalah seorang guru bahasa Inggris dan Spanyol. Ayahnya adalah seorang ahli matematika yang menulis buku teks matematika dan juga seorang guru. Novel pertamanya ini diterbitkan tahun 1998, dua tahun berikutnya terbit novel keduanya Angel and Demon, tahun 2001 muncul novel ketiganya yaitu Deception Point. Ketiga novel ini tidak terlalu sukses di pasaran, dengan hanya mencapai 10.000 copy untuk masing2 judul. Novelnya yang keempat-lah yang terbit tahun 2003, Da Vinci Code, yang mampu mendongkrak seluruh penjualan semua judul novelnya.

Akhirnya saya sedikit mendapatkan penjelasan mengapa gaya bertutur DB terasa sangat kaku dan janggal di novel ini. Tapi terus terang, saya takjub dengan kemajuan yang dia raih selama kurun waktu dua tahun sampai terbitnya Angel and Demon. Di novel ini, DB sudah menemukan ciri khasnya dalam bercerita yang sanggup membuat pembacanya percaya akan semua informasi yang dia sampaikan sebagai sebuah hal yang nyata. Untuk pembaca pun dia memberikan ruang untuk berimajinasi dan berintepretasi dan juga menebak2. Dan saat ini saya sedang menunggu terbitnya novel DB yang ketiga yaitu Deception Point.

Akhirnya, dari ketiga novel DB yagn sudah saya baca, saya menemukan persamaan yang selalu muncul dalam karakteristik tokohnya. Selalu ada sepasang tokoh protagonis, laki2 dan perempuan, dua2nya menarik, berintelektual tinggi dan punya latar belakang pendidikan yang fantastis. Satu hal yang pasti, si perempuan mengambil konsentrasi pendidikan ilmu2 pasti dan science sedangkan si laki2 mendalami ilmu sosial, bahasa dan budaya. Sedikit bertolak belakangan dengan kebiasaan2 pengarang2 lain, mengingat novel2 ini ditulis oleh seorang pria. Kekaguman pada potensi dan kekuatan wanita mungkin?

0 Comments:

Post a Comment

<< Home